Pengalaman pertama kali ke Rumah Sakit Jiwa itu
sungguh membuka mataku lebar-lebar, melihat "mereka" berteriak-teriak
seakan meminta "dengarkanlah" membuat hatiku cukup merinding, dan ingin
sekali meneteskan air mata.
Aku mencoba memetik sebuah hikmah dari sebuah
perjalanan hidup, bahwa memang Tuhan ingin
aku menjadi manusia yang lebih baik, memang harus begitu jalannya
kehidupan, tergantung bagaimana aku menyikapi dan berjiwa besar. Taukah aku tak
pernah putus asa, walaupun aku sering dihadapkan pada rasa keputusasaan yang
begitu mendalam.
Miris ketika di desa banyak ibu-ibu ketika
melihat orang yang mereka sebut sakit jiwa berjalan sempoyongan didepan rumah mereka segera
menyuruh anak-anaknya masuk kedalam rumah dengan tatapan jijik, anak-anak kecil
itu mau tak mau belajar membenci seseorang yang bernama sakit jiwa atau wong
edan .
Padahal mereka sama sekali tidak menyerang, lalu
kenapa harus dirisaukan??
Tidak beda, ketika aku berbicara dengan beberapa
orang yang katanya intelek IPK diatas 3 koma , mahasiswa bimbingan dan
konseling yang katanya menerima individu secara utuh dan apa-adanya, ketika
mereka menyampaikan pandangannya tentang wong edan , mulailah dengan raut muka
yang tampak jijik bahkan lalu menggunakannya sebagai bahan olokan, sampai
disini aku sadar,sepertinya aku salah bertanya -_- #tepok jidat.
Coba pikirkan, memang cukup waraskah kita semua
membiarkan golongan mereka terbuang di tepi jalan tanpa sehelai kain? Waraskah
kita membiarkan mereka seperti hewan yang bahkan harus mengais tong sampah
untuk mendapatkan makanan? Lalu CUKUP waraskah kita untuk sekadar memberi
mereka sepasang pakaian, sebotol minuman, dan sekotak nasi? “Mana mau mereka
diminta berpakaian atau melahap makanan dari kita?” Pasti sebagian dari kalian
berpikir begitu bukan? Omong kosong.
Saya sadar, saya belum cukup waras dan belum
cukup bernurani untuk semua itu. Semua orang sakit jiwa dalam kadar yang
berbeda. Batasan antara yang disebut ‘orang gila’ dengan yang disebut ‘orang
waras’ hanyalah kesadaran. Yaa, kesadaran bahwa dia sakit jiwa. Orang gila itu
tidak ada, bukankah ‘orang gila’ hanyalah sebutan bagi mereka yang tidak sadar
bahwa dirinya sakit jiwa?
Syukurlah saya masih sadar bahwa saya memiliki
sisi jiwa yang sakit dan tidak ada manusia yang sempurna. Maka bukankah setiap
orang punya sisi sakit jiwa? Entahlah.