Tambah banyak saja, orang2 yg tidak
memperhatikan.
Di rapat2, saat peserta rapat sibuk berpikir,
membahas banyak hal, ternyata ada yg asyik nyempil main hp, sibuk berkelana di
luar ruangan. Ada yg main gagdet, apa saja, tidak memperhatikan.
Di ruang keluarga, saat anak2 balita bicara,
orangtuanya sibuk dgn pikiran sendiri, tidak memperhatikan. Apalagi yg
diharapkan? Juga saat orangtua mereka bicara, anak-anak lbh sering sibuk dgn
dunianya sendiri, tdk memperhatikan.
Di kafe2, teman berkumpul satu sama lain, sudah
janjian jauh2 hari, saat bertemu, tetap sj sibuk dgn ‘mainan’ di tangan. Di
tempat bercengkerama, baik sahabat bertemu satu sama lain, tetap sj sibuk dgn
‘mainan’ di tangan, tidak memperhatikan.
Di dalam mobil, bus, tumplek merapat kawan
dekat, keluarga, bukan pembicaraan yg ada, semua sibuk dengan urusan lain di
luar kendaraan. Sibuk menyapa dan update posisi. Itu lebih penting bahkan
dibanding tidur istirahat.
Di rumah2 ibadah, di depan sibuk ceramah, di
sini sibuk dengan dunia lain. Sibuk sekali, bahkan ibadah ke Tuhan pun harus
disisihkan karena harus online. Juga di kelas, kursus, dan hal2 yang jelas
tidak penting2 amat dibanding menghadap Tuhan.
Dulu, orang bicara, masuk kuping kiri keluar
kuping kanan, wajah plongo memperhatikan. Sekarang, orang bicara, masuk kuping
kiri keluar kuping kanan, wajah sok memperhatikan, tangan sibuk bekerja.
Seberapa besar teknologi telah menelan kebiasaan baik kita?
Pesawat baru sj menjejak runaway, mendarat, kita
bergegas menghidupkan hp, seolah menunggu telepon dr presiden, atau perlu
mengupdate status, seolah artis dgn 18 juta follower.
Kita sibuk sekali dgn dunia baru itu. sampai
lupa bertanya, lantas apa yg sebenarnya ‘dunia baru’ itu telah berikan kpd
kita?
Tabiat baru muncul seiring dengan kebiasaan ini.
Orang2 latah berkomentar padahal belum membaca secara lengkap. Orang2 dengan
cepat menyambar padahal mengerti pun tidak dengan konteks pembicaraan. Tidak
ada lagi yang memperhatikan detail, semua sibuk dengan pikiran masing2, asumsi
masing2, dan dengan cepat bergegas berseru. Tidak memperhatikan, tapi ingin
diperhatikan.
Selamat datang generasi ‘tidak memperhatikan’.
Maka bersiaplah dgn resikonya, jika kita juga tdk diperhatikan orang lain saat
bicara dan butuh diperhatikan.
Teknologi telah bersisian dengan manusia, dan
boleh jadi siap menelan ‘kemanusiaan’ kita.
____Tere Liye___ (Facebook)