Mumpung masih ingat, seorang teman mengatakan " menikah harus siap dengan 2 kemungkinan bahagia atau menderita" , catatan temanku sudah menikah selepas lulus sekolah tetapi pernikahannya kandas sebelum genap 1 tahun,dan dikaruniai seorang putri cantik yang sekarang sudah berusia 3 tahun. Aku bukan hendak membahas masalah pernikahan orang lain, bagaimanapun juga dia sudah berusaha mempertahankan pernikahannya. Dia mengaku menahan sakit dikhinati secara terang-terangan, apalagi dia baru tahu setelah menikah kalau suaminya tidak pernah mencintainya dan dia hanya pelarian dari rasa patah hati. Entahlah aku tak tahu yg sebenarnya terjadi akupun juga tak ingin tahu dan aku tak mau menghakimi.Yang paling penting dia sudah mengambil langkah yg terbaik untuk dia dan putri kecilnya. Well, siapapun pernah salah, tidak ada manusia yg sempurna, Allah memberikan hidayah kepada siapapun hambaNYA yg Ia kehendaki. Masih ingat ketika dia meminta pendapat bagaimana dengan kondisi psikologis putrinya jika ia bercerai, apakah nanti putrinya membenci dan kecewa kepadanya karena ini?? Yg aku tahu sebuah perceraian memang perbuatan yg dibenci Allah, tapi Allah juga tidak pernah memberatkan umatnya, jika dalam sebuah pernikahan itu lebih banyak mudhoratnya maka akan lebih baik jika berpisah, memang perceraian pasti berdampak pada kondisi psikologis anak, tapi apabila pernikahan yg tidak bahagia tetap dipertahankan maka justru lebih menyakiti si anak karena orangtua akan lebih mementingkan ego pribadi sibuk dengan perasaan pribadi dan tidak fokus untuk mengasuh anak. Akibatnya anak jadi kurang perhatian dan tumbuh dalam lingkungan yg tidak kondusif karena setiap hari melihat orangtuanya bertengkar dan saling menyalahkan,lama kelamaan anak malah akan kehilangan kepercayaan terhadap orangtuanya sendiri, akibat terburuk anak banyak meniru perilaku yg salah dari orangtua, anak sensitif mudah marah merasa terisolir dan tidak bahagia. Sepertinya ngeri ya, hehe memang seperti itu dampak terburuk apabila lingkungan tempat anak tumbuh tidak kondusif. Boleh dibuktikan kalau mau. . .heuheu. Aku tidak menyarankan untuk berpisah atau apapun, karena dia yg menjalani tentu dia yg tau apa yg terbaik untuk kehidupannya. Dari awal dia terbuka dan sering curhat aku sudah membentengi diri untuk tidak masuk dalam masalahnya, aku hanya sebatas teman cerita. Aku tahu akan berat pertanggungjawabannya jikalau aku salah langkah dan mulai kepo dengan kehidupannya,karena bagiku masalah keluarga adalah aib dan berdosa jika tidak berusaha menutupinya. Apalagi aku belum bisa memberikan solusi.
Aku rasa tidak ada seorangpun yang bercita-cita menikah untuk menderita atau tak ada yg siap untuk disakiti, tapi ketika rasa sakit itu datang bagaimanapun tetap harus bisa mempertahankan diri. Tidak ada yg bisa menjamin kalau kita akan bahagia setelah menikah, walaupun sudah dipersiapkan dengan matang sekalipun. Tugas manusia hanya optimis dg terus berusaha yg sebaik baiknya, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah semata. Hari ini Ibuku sering sekali berkata kalau beliau takut jika anaknya salah pilih pasangan. Aku hanya menjawab tentu aku memilih yg baik agamanya, yg di Ridhoi Allah. Ibuku hanya tersenyum,karena anak gadisnya ini biasanya malas menjawab segala sesuatu pembicaraan yg berhubungan dg pasangan hidup.