Kamis, 04 Agustus 2011

Indonesia: Bangsa Yang Pemarah?

Diposting oleh Profil CHK di 06.05
Dibalik cap keramahan yang ada pada bangsa ini ternyata kita juga menyimpan kemarahan yang selalu siap untuk diluapkan jika ada pemicu yang tepat. Kita bangsa yang pemarah. 

Kemarahan-kemarahan ini bisa dilihat dari banyaknya konflik sosial baik vertikal maupun horizontal yang terjadi di masyarakat yang berujung pada tindakan anarkis dan kerusuhan. Aksi demontrasi dan protes yang berujung pada perkelahian, tawuran (antar warga, antar mahasiswa dan pelajar), amuk massa, penindasan terhadap kaum lemah, pembantaian terhadap kelompok/golongan tertentu, kerusuhan dan sebagainya menunjukkan fakta bahwa bangsa kita cenderung mudah bereaksi atas suatu konflik dengan amarah.

Secara psikologis, kemarahan adalah sebuah emosi sosial. Seorang pasti akan memiliki target untuk meluapkan kemarahan. Perasaan tersakiti dikombinasikan dengan pikiran yang memicu kemarahan akan memotivasi seorang untuk bereaksi, menghadapi ancaman dan membela diri dengan menyerang pihak lain yang dianggap sebagai penyebab perasaan sakit. Tapi apakah kemarahan menjadi jalan keluar dari setiap konflik dan masalah? Semestinya tidak, hanya saja mengapa itu (sering) terjadi di negeri ini?

Tanpa membuatnya sebagai suatu alasan, kenyataan bahwa kita telah mengalami penjajahan dan represi selama berabad-abad baik dari pihak penjajah dari luar dan juga dari dalam negeri memang telah menghasilkan suatu efek psikologis yang mengkhawatirkan. Efek psikologis dari penjajahan tidak hanya merenggut korban secara fisik saja tetapi juga korban secara mental.

Riset dari Dr. Tadeusz Grygier (Oppression: A Study in Social and Criminal Psychology) menyimpulkan bahwa;

•Penjajahan dalam bentuk penganiayaan, penekanan dan penindasan akan menghasilkan sikap menghukum diri secara berlebihan pada yang dijajah yang mengarah pada agresi yang diluapkan pada pihak lain dan juga situasi di luar dirinya
•Penjajahan menghasilkan sikap psikopat dan kejahatan
•Semakin berat taraf penjajahan yang dilakukan maka juga meningkatkan taraf kejahatan yang dilakukan
•Dibawah penjajahan asing, aspek psikologis budaya memiliki karakter psikopat-sesuai dengan pola-pola budaya Dionysian (alamiah dan anarkhis), penuh dengan konflik, agresi, terlalu menghukum diri sendiri (extrapunitive) dan tanpa hukum.

Namun bukan berarti temuan itu lantas digunakan begitu saja untuk membenarkan diri untuk boleh bersikap seperti itu. Sikap-sikap seperti itu juga bukan untuk dijadikan kebiasaan yang lalu dijadikan karakter dari bangsa ini. 

Memang sejarah bangsa kita sejak dari masa kerajaan sampai dengan kemerdekaan diwarnai dengan jayanya suatu kekuasaan dan berakhir dengan penaklukan oleh pihak-pihak yang ingin menjadi penguasa baru, baik yang dilakukan dengan peperangan (bahkan perang saudara), pembunuhan ataupun pemberontakan. Pada masa kerajaan misalnya kita bisa mengambil contoh Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan termashur di Asia. MC. Ricklefs seorang peneliti sejarah Indonesia dari Australia menyebutkan ada beberapa sebab yang menyebabkan runtuhnya Majapahit diantaranya;

(1)Perang saudara yang terjadi sekitar tahun 1405-1406 atau yang dikenal sebagai Perang Paregreg,
(2)Pemberontakan yang dilakukan oleh seorang bangsawan Majapahit (Bhre Kertabumi) tahun 1468 dan
(3)Ekspansi Kesultanan Demak ke wilayah-wilayah Majapahit baik di pesisir maupun pedalaman Pulau Jawa.

Sementara pada masa kemerdekaan, Soekarno sebagai presiden RI yang pertama juga mengalami ‘penggulingan kekuasaan’ oleh rezim yang kemudian kita sebut Orde Baru. Meskipun kontroversi mengenai kejadian itu masih belum menemukan titik terang sampai hari ini namun bukti bahwa sikap-sikap pemarah kita pada waktu itu diwujudkan dengan banyaknya kasus pembantaian, pembunuhan dan kerusuhan yang terjadi.

Meskipun sejak proklamasi kemerdekaan dicapai, ‘kebiasaan’ itu sudah diperhalus dengan adanya demokrasi, namun tetap saja, kecenderungan untuk menjatuhkan pihak lain, pemaksaan dan perebutan yang semua dilandasi dari amarah sepertinya tidak juga sembuh dari kebiasaan (sebagian besar) bangsa ini.

Maka jika kita tidak ingin mewariskan sifat-sifat buruk ini kepada anak dan cucu kita, ada baiknya kita menghentikan segala bentuk ‘penjajahan’ baik secara fisik (raga) dan non-fisik (jiwa). Kita budayakan memberikan kemerdekaan kepada setiap manusia Indonesia untuk memiliki hak-hak nya dan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang ia buat. Jika itu tidak bisa kita lakukan, maka roda itu akan terus saja berputar, mengulangi sejarah kelam, dan kehancuran, kemiskinan serta kebodohan akan abadi di negeri ini.



Sumber:
-(http://www.ayjw.org/print_articles.php?id=425892&article=Colonization%20of%20the%20Mind,%20Body%20and%20Soul )
-(http://umum.kompasiana.com/2009/09/22/runtuhnya-majapahit/)
Kepenatan, keraguan, kebimbanganmu akan hilang, seiring tilawahmu yang kau baca perlahan.. #karenaQuranAdalahObat

quotes An Nisa San likes


"Setiap hari cinta harus ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cinta harus tumbuh menembus semua rintangan. Kuncup-kuncupnya tak boleh merekah semua seketika, untuk kemudian layu. Ranting dan pokoknya harus kuat menjulang. Cinta harus ditumbuhkan sepanjang usia dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang ditapaki dengan riang di bumi dan semoga kelak mempertemukan kita kembali dengannya di surga"— Helvy Tiana Rosa

Popular Posts

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(3:31) ^

si unyu

 

Melukis Warna Kalbu Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea